Selama ini tercatat dalam sejarah bahwa Columbus (1451-1506M) telah
menjelajahi dunia. Dikatakan dialah penemu Dunia Baru atau Benua Amerika. Tidak
banyak yang tahu jauh sebelum Columbus, orang-orang Arab sudah menjelajahi
dunia.
Salah seorang dari mereka ialah Ibnu Batutah atau nama lengkapnya Abu
Abdullah Muhammad bin Abdullah Al-Lawati Al-Tanji. Beliau dilahirkan di
Tangiers, Morocco, Afrika Utara pada 24 Februari 1304M. Besar dalam keluarga
yang taat memelihara tradisi Islam, Ibnu Batutah giat mempelajari fiqh dari
para ahli yang sebagian besarnya menduduki jabatan kadhi (hakim). Beliau juga
mempelajari sastra dan syair Arab.
Kejayaan beliau
dinikmati ketika zaman kekuasaan Bani Marrin di Morocco. Penguasaannya tentang
dunia pelayaran didapat ketika bersama-sama pasukan kerajaan memerangi pasukan
perang Perancis. Morroco dan Perancis hanya terpisah oleh lautan sehingga
pertempuran laut sering terjadi antara keduanya. Pada akhirnya, Morroco pernah
menjadi salah satu negara jajahan Perancis.
Menurut sejarahwan Barat, George Sarton, yang mengutip catatan Sir Henry
Yules, Ibnu Batutah telah mengembara sejauh 75,000 batu melalui daratan dan
lautan. Jarak ini jauh lebih panjang dari yang dilakukan Marco Polo dan
penjelajah mana pun sebelum datangnya zaman mesin uap. Ketika Marco Polo
meninggal dunia, Ibnu Batutah baru berusia 20 thn. Ahli sejarah seperti
Brockellman mensejajarkan namanya dengan Marco Polo, Hsien Teng, Drake dan
Magellan.
Kisah seluruh perjalanan Ibnu Batutah ditulis oleh Ibnu Jauzi, juru tulis
Sultan Morroco, Abu Enan. Karya itu diberi judul Tuhfah Al-Nuzzar fi Ghara’ib
Al Amsar wa Ajaib Al-Asfar (Persembahan Seorang Pengamat tentang Kota-kota
Asing dan Perjalanan yang Mengagumkan). Karya ini telah menjadi perhatian
berbagai kalangan di Eropa sejak diterjemahkan ke berbagai bahasa seperti
Perancis, Inggris dan Jerman.
Kepergian pertama Ibnu Batutah ketika beliau menunaikan ibadah haji pada
usia kurang dari 21 thn. Menurut catatan sejarah, kepergian itu tepat pada 14
Jun 1325M. Beliau menyeberangi Tunisia dan hampir seluruh perjalanannya
ditempuh dengan berjalan kaki. Beliau tiba di Alexandria pada 15 April 1326 dan
mendapat bantuan dari sultan Mesir berupa uang dan hadiah untuk bekal menuju
Tanah Suci.
Satu kesan menarik ketika beliau tiba di pantai Mesir bagian utara.
Menurutnya, Alexandria adalah sebuah pelabuhan yang berkembang dan merupakan
pusat perdagangan serta pusat angkatan laut di daerah Laut Tengah
(Mediterranean) bagian timur. Di Negeri Seribu Menara ini, beliau menerima
hadiah dan uang dari sultan Mesir. Perjalanan ke Makkah dilanjutkan melalui
Kairo dan Aidhab, pelabuhan penting di Laut Merah dekat Aden.
Beliau kemudian kembali ke Kairo dan melanjutkan perjalanan ke Makkah
melalui Gaza, Jerusalem, Hamamah, Aleppo dan Damaskus di Syria. Beliau tiba di
Makkah pada Oktober 1926. Selama di Makkah, Ibnu Batutah bertemu dengan jamaah
dari berbagai negeri. Pertemuan inilah yang mendorong semangat beliau mengenal
langsung negeri-negeri asal jamaah haji. Lalu beliau membatalkan kepulangannya
dan memulai pengembaraan menjelajahi dunia.
Mulai dengan menyeberangi gurun pasir Arabia menuju Iraq dan Iran, beliau
kemudian kembali ke Damaskus dan melanjutkannya ke Mosul, India. Setelah itu
beliau menunaikan ibadah haji untuk kedua kalinya ke Makkah dan menetap di Kota
Suci itu selama tiga tahun (1328-1330M). Puas menetap di Makkah, beliau terus
melanjutkan pengembaraan ke Aden dan belayar ke Somalia, pantai Afrika Timur,
termasuk Ziela dan Mambasa. Kembali ke Aden, lalu ke Oman, Hormuz di Teluk
Persia dan Pulau Dahrain. Beliau sempat mampir sebentar di Makkah pada 1332,
lalu menyeberangi Laut Merah, menyusuri Nubia, Nil Hulu, Kairo, Syria dan tiba
di Lhadhiqiya. Beliau kemudian menggunakan sebuah kapal Genoa, belayar ke Alaya
di pantai selatan Asia Kecil.
Setelah melakukan perjalanan laut, pada 1333 Ibnu Batutah melanjutkan
pengembaraan lewat darat. Dilaluinya Rusia Selatan hingga sampai ke istana
Sultan Muhammad Uzbeg Khan yang ada di tepi Sungai Wolga. Kemudian diteruskan
penjelajahan hingga ke Siberia. Awalnya beliau berniat menuju Kutub Utara,
namun dibatalkan kerana dinginnya cuaca daerah “Tanah Gelap”, sebutan wilayah
yang tak pernah ada sinar matahari.
Ibnu Batutah mengunjungi Kaisar Byzantium, Audronicas II dan mendapat
perlakuan baik dari Kaisar. Dihadiahkan kuda, pelana dan payung.
Perjalanan darat dilanjutkan menuju Persia Utara hingga Afghanistan dan
beristirahat di Kabul. Pengembaraan berhenti sementara ketika Ibnu Batutah
sampai di India dan bertemu dengan Sultan Delhi, Muhammad bin Tuqluq. Di
kesultanan ini, Ibnu Batutah diangkat menjadi hakim oleh sultan dan tinggal di
negeri ini selama delapan tahun.
Ketika menuju kawasan Cambay di India, beliau telah diserang sekelompok
penyamun dekat Aligarh dan ditawan. Berkat permohonan seseorang, beliau selamat
dari hukuman mati dan dilepaskan. Sebelum melanjutkan perjalanan, beliau
diminta Sultan Delhi untuk menghadap. Sultan akhirnya memutuskan Ibnu Batutah
menjadi duta besar kepada maharaja Cina.
Dalam kunjungannya ke Cina, tercatat kekaguman Ibnu Batutah terhadap
kekuatan armada besar yang dibangun mereka. Beliau beruntung mendapat
kesempatan menikmati perahu pesiar milik maharaja menuju Peking. Kembali dari
Cina, Ibnu Batutah mengunjungi India, Oman, Persia, Iraq dan Damaskus. Kemudian
beliau kembali ke Makkah menunaikan ibadah haji untuk kali keempat pada 1348M.
Sekembalinya dari haji, beliau menyusuri Jerusalem, Gaza, Kairo dan Tunis.
Dengan menumpang perahu dari Tunis, beliau menuju Morroco lewat Dardinia dan
tiba di Fez, ibu kota Morroco pada 8 November 1349M. Sejak itu beliau menetap
hinga akhir hayat pada 1377M. Seluruh pengembaraan beliau ke negara Islam dan
non-Islam berlangsung selama 24 tahun.
Satu catatan Ibnu Batutah, dalam perjalanan laut menuju Cina, beliau pernah
mampir di wilayah Samudera Pasai (kini Aceh) yang menurut penilaian beliau
“negeri nan hijau dan subur”, “rakyat dan alamnya indah dan menawan”, “negeri
yang menghijau dan kota pelabuhannya besar dan indah”. Dalam versi lainnya,
beliau menulis pulau Sumatra sebagai “Pulau Jawa yang menghijau”.
Kedatangan Ibnu Batutah disambut Amir (panglima) Daulasah, Qadi Syarif Amir
Sayyir Al-Syirazi, Tajuddin Al-Asbahani dan beberapa ahli fiqh atas perintah
Sultan Mahmud Malik Zahir (1326-1345). Pada pandangan Ibnu Batutah, Sultan
Mahmud merupakan penganut mazhab Syafi’i yang giat menyelenggarakan pengajian,
perbahasan dan muzakarah tentang Islam. Kata beliau “Sultan sangat rendah hati
dan berangkat ke masjid untuk sholat Jum’at dengan berjalan kaki. Selesai
sholat, Sultan dan rombongan biasa berkeliling kota melihat keadaan rakyatnya”.
Beliau juga melihat Samudera Pasai saat itu merupakan pusat studi Islam.
Penilaiannya itu wajar karena sejarah berdirinya kerajaan Samudera Pasai juga
merupakan kerajaan Islam pertama di Nusantara. Kerajaan Samudera Pasai telah
didirikan oleh Sultan Malikus Shaleh (W 1297), yang sekaligus sebagai sultan
(pemimpin) pertama negeri itu.
Beliau berada di Samudera Pasai selama 15 hari. Sempat mengunjungi
pedalaman Sumatra yang masih dihuni masyarakat non-Muslim. Di situ juga beliau
menyaksikan beberapa perilaku masyarakat yang mengerikan, bunuh diri massal
yang dilakukan hamba ketika pemimpinnya mati.
Setelah kunjungannya di Aceh Ibnu Battuta lalu meneruskan perjalannya ke
Kanton lewat jalur Malaysia dan Kamboja. Setibanya di Cina, Ibnu Battuta terus
berpetualang ke Peking melalui Hangchow. Setelahnya Ibnu Battuta kemudian
kembali ke Calicut dan dengan menggunakan kapal dia tiba di Dhafari dan Muscat
untuk meneruskan perjalanan kembali ke Iran, Iraq, Suriah, Palestina dan Mesir
lalu kembali beribadah haji untuk yang ketujuh kalinya di Mekkah pada November
1348 M. Setelah ibadah haji terakhirnya itu Ibnu Battuta pulang ke kampung
halamannya, Fez. Namun, perjalanannya tidak berhenti sampai di sana, setelah
pulang ke Fez, Ibnu Battuta kembali mengembara ke negeri muslim lainnya seperti
Spanyol dan Nigeria melintasi gurun sahara.
Tahun 1369 pada usia 65 tahun Ibnu Battuta meninggal dunia.12 tahun setelah dia selesai menulis rihla. Ibnu Battuta meninggalkan warisan berharga bagi dunia berupa catatan perjalannya yang akan selalu dikenang oleh umat manusia.
Tahun 1369 pada usia 65 tahun Ibnu Battuta meninggal dunia.12 tahun setelah dia selesai menulis rihla. Ibnu Battuta meninggalkan warisan berharga bagi dunia berupa catatan perjalannya yang akan selalu dikenang oleh umat manusia.
Subhanallah...
sumber: Encyclopedia Tokoh Islam
Kisah lengkap Ibnu Batutah dapat dibaca di:
http://www.saudiaramcoworld.com/issue/200004/default.htm
Komentar
Posting Komentar
komentar